Zainar Petir memberikan semangat kepada janda tua, komunitas tuna netra yang tergabung dikomunitas tuna netra semarang. (tio/me)
SEMARANG – (Media Edukasi) Momentum bulan Ramadan, sebagai bulan yang penuh berkah, banyak digunakan umat muslim untuk berlomba berbuat baik, membantu sesama manusia yang layak mendapatkan bantuan. Setidaknya hal ini dilakukan oleh RS Wongsonegoro Semarang, membantu kaum dhuafa dan para janda maupun para tuna netra yang tergabung di Komunitas Tuna Netra Semarang.
Suasana unik di Jalan Pergiwati 1 Nomor 19, Kelurahan Bulu Lor, Semarang Utara, pada Jumat, 22 April 2022, tepatnya di rumah Zainal Abidin Petir. Lebih dari 70-an janda tua, komunitas tuna netra, dan kaum dhuafa, duduk beralaskan tikar berjajar rapi sejak pukul 08.00.
Tak lama berselang datang rombongan RS Wongsonegoro Semarang, dr Lia Sasdesi Mangiri, Sp Rad, Wadir Pelayanan, dr Roosmalia Isdiana, MKM , Kabid Pelayanan, Philip, SKep, Kasi Keperawatan, Gunawan Heru, Kasi TU & Rumah Tangga, dan Pristiwati, S.SiT, MHKes, Kasi informasi & pemasaran.
Mereka datang mewakili direktur RS dokter Susi Herawati MKes, tak lain ingin memberikan bantuan 200 paket sembako yang dibagikan kepada binaan Lembaga Bantuan Hukum Penyambung Titipan Rakyat ( LBH Petir) Jateng, Zainal Petir.
Hadir juga Camat Semarang Utara Moch Imron, SH, MH dan Agus Riyanto SE, MM Lurah Bulu Lor.
Kedatangan mereka disambut gembira yel-yel dipimpin Zainal Petir...Janda tua tidak pernah merana, selalu bahagia, yeess.. Yesss, sambil mengepalkan tangan ke atas.
Sebelum pembagian bantuan, Zainal Petir mencairkan suasana, godain janda-janda tua. ” Piye rasane jejer karo Zainal Petir sing rodo ganteng? Spontan dijawab Mbah Sayumi, 80 th, warga Pergiwati 1. ” Nggih seneng, adem atine, opo meneh diparingi sembako tambah waras ….hehe”.
Janda lain ikut menimpali,” Rasane terayomi, segala masalah bisa diselesaikan lewat pak Zainal Petir,” kelakar mbah Mur, 68 th, warga jl. Sentiyaki Raya. Namun suasana tiba-tiba hening tatkala Zainal Petir memperkenalkan pasangan tuna netra Rosyid, 49, dan isterinya April, 39, serta Andhi Setiyono ketua ITMI (ikatan tuna netra muslim Indonesia) Semarang.
Andhi mengalami buta sejak SMP akibat terjatuh, tulang belakang hingga syaraf tidak berfungsi normal akibat musibah itu. ” Awalnya saya stres tidak bisa melihat, tapi kenyataan ini harus diterima, alhamdullah saya bisa menyelesaikan kuliah di UIN Walisongo”.
Lain halnya cerita pasangan Rosyid dan April yang dicerai setelah mengalami kebutaan. ” Saya dicerai suami setelah buta ketika melahirkan anak kedua. Suami dicerai istri habis kecelakaan kemudian buta. Sekarang kami buka jasa pijat untuk mempertahankan hidup dengan suami dan anak-anak.”
Menurut April, untuk melihat orang dengan jarak kurang 1 meter hanya kelihatan bongkahan hitam tidak berbentuk. Semua pemandangan seperti kabut putih tebal, kalau ada bayangan hitam, berarti ada benda harus dihindar, biar tidak nabrak atau jatuh.
Zainal Petir sambil terbata-bata berujar,” Kita harus bersyukur, kekurangan harta masih bisa dicari. Mereka yang buta saja selalu senyum, padahal lebih susah dari kita. Itu sedikit gambaran dari ratusan teman-teman tuna netra yang ada di Semarang. Terimakasih RS Wongsonegoro atas kepedulaiannya. Di balik RS Wongsonegoro ada doa dari janda-janda tua dan tuna netra,” kata Zainal Petir yang juga penasihat ITMI Semarang.***
Editor : Tio
0 Komentar