About Me

header ads

Rela Bayar Demi SK Penggarapan Lahan Hutan

REMBANG,- Belum adanya sosialisasi tentang Kawasan Hutan Dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK) bagi masayarakat pinggir kawasan hutan, banyak masyarakat beramai-ramai mengajukan garapan lewat perorangan yang mengatasnamakan kelompok tani maupun membentuk kelompok Tani Hutan (KTH).

Beberapa waktu lalu ada oknum LSM desa Jukung yang mengadakan kegiatan pemetaan dan pengukuran kawasan hutan kepada Perhutani. Mereka membuat surat kepada Asper  Perhutani CQ Administrator KPH Mantingan. Kegiatan pengukuran akan dilakukan dengan hari kamis 7/9/23 sampai dengan selesai.

Dicantumkan dalam surat bahwa biaya ukur dan pemetaan swadaya dari masyarakat.  Ketika dihibungi lewat whaatsaap, Administrator KPH Mantingan lewat KSS Kemitraan produktif Ismartoyo menjelaskan bahwa sesuai dengan edaran KLHK bahwa kegiatan kepengurusan dari LHK nantinya akan ditunjuk pendampingan secara resmi dari LHK. 

" Jadi kalau ada masyarakat melakukan pengukuran maupun pendataan dengan iming sertifikat dan melakukan pungutan dengan dalih apapun itu bisa dikatakan pungli, " jelasnya. 

Agar tidak terjadi salah paham pada masyarakat saya langsung melakukan klarifikasi dan penjelasan kepada warga jukung dan sekitarnya yang akan melakukan kegiatan pendataan yang dikomandoi oleh Ddk warga desa jukung kecamatan Bulu.

Ismartoyo juga menjelaskan semua kegiatan yang timbul itu akan dibiayai oleh KLHK, bukan petani penggarap yang mengeluarkan biaya. Ini sudah ada edarannya Nomor : SE.2/PSKL/SET/PSL.0/8/2022 tentang PELAKSANAAN PERHUTANAN SOSIAL DAN BERINTEGERITAS.

Hal ini perlu diketahui oleh masyarakat desa pinggiran hutan agar ketentuan ini tidak dimanfaatkan segelintir orang yang mengaku dapat mengurus untuk mendapatkan sertifikat ataupun iming-iming lain. 

" Perlu diketahui bahwa pengelolaan Perhutanan sosial diberikan oleh menteri Lingkungan hidup dan Kehutanan kepada peseorangan, kelompok tani, koperasi dalam bentuk hutan desa, hutan kemasyarakatan , HTR, hutan adatdan kemitraan kehutanan selama 35 tahun,bukan sertifikat “tegas Ismartoyo.

Dihadapan oknum dan masyarakat desa jukung, Ia juga menekankan pentingnya masyarakat untuk tahu dan rambu-rambunya dalam pengelolaan kawasan hutan berbasis kemitraan. Bahwasanya berdasarkan peraturan perundang –undangan yang mengatur Perhutanan sosial sebagaimana dimaksud dasarnya pada peraturan pemerintah No. 12 tahun 2014 tentang jenis dan tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang berlaku pada kementerian Lingkungan hidup. 

" Makanya untuk skema hutan desa, hutan kemasyarakatan, hutan adat dan kemitraan kehutanan tidak dipungut biaya.” Bebernya. Untuk itu agar tidak banyak jatuh korban pungutan pada masyarakat kawasan hutan kami melakukan penjelasan kepada yang melakukan pengukuran bersama masyarakat.

Dari berbagai laporan dan desas –desus yang dihembuskan kepada masyarakat hanya penggunaan saja. Perihal kewajiban yang menerima SK IPHPS tidak disampaikan. Ini kan sangat kontradiktif.  Ini seharusnya tugas dari KLHK untuk memberikan penjelasan kepada masyarakat wilayah pinggir kawasan hutan. Kami hanya tidak ingin masyarakat jadi korban oknum-oknum yang tak bertanggung jawab.

Karena hingga kini kami sebagai pengelola belum pernah diajak untuk bersosilisasi kepada warga penggarap dipinggir kawasan hutan. Sehingga membuka celah bagi Oknum di sebagaian wilayah Rembang atas nama lembaga dapat mengurus dan mendapatkan SK pengakuan dengan biaya swadaya antar penggarap. Padahal gratis” ungkapnya sambil menutup telponya. (sigit)  

Posting Komentar

0 Komentar