About Me

header ads

Kisah Pilu Keluarga Korban Jatuhnya Crane di Proyek RS PKU Blora: Bingung Biaya Perawatan dan Pendidikan Anak

Listiyana, istri dari Sumar, salah satu korban kecelakaan jatuhnya crane di proyek pembangunan Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Blora, mengungkapkan kebingungannya mengenai kelangsungan pendidikan dua anaknya. 

Pasca kecelakaan yang menimpa suaminya, yang kini menderita luka parah, Listiyana merasa tertekan dengan keadaan keuangan keluarga, terutama untuk biaya pendidikan anak-anaknya.

"Anak saya ada dua, satu mondok di pesantren Khozinatul 'Ulum (Blora) dan yang satu lagi masih kelas enam (SD) dan mau lulus. Saya bingung untuk biaya pendidikan mereka," terang Listiyana, saat ditemui di kediamannya di Desa Purworejo, Kecamatan Blora, Senin (17/3).

Listiyana sangat khawatir dengan masa depan pendidikan kedua anaknya, mengingat kondisi suaminya yang kini tidak bisa bekerja akibat luka serius pada tulang kaki, tulang belakang, dan tulang rusuk. 

“Nanti kalau suami saya tidak bisa bekerja, bagaimana dengan sekolah anak-anak saya?" keluhnya.

Sementara itu, biaya pendidikan anak-anaknya, baik untuk sekolah dasar maupun pondok pesantren, semakin memberatkan. Listiyana mengungkapkan bahwa biaya untuk pondok pesantren saja sudah mencapai Rp 700.000 per bulan, dan dirinya sudah melunasinya sendiri bulan lalu. 

"Sekarang saya sudah tidak punya uang lagi. Saya khawatir untuk biaya pendidikan ke depan," tambahnya.

Hingga saat ini, keluarga korban belum menerima beasiswa atau bantuan untuk biaya pendidikan anak-anak dari pihak Muhammadiyah, pemerintah Kabupaten Blora, ataupun pihak desa. Listiyana hanya menerima gaji mingguan Rp 520.000 yang diberikan selama proyek pembangunan berlangsung, namun ia khawatir akan kesulitan setelah proyek tersebut selesai.

"Setiap minggu masih dapat gaji mingguan, tapi itu tidak cukup untuk biaya pendidikan anak-anak. Setelah proyek selesai, saya tidak tahu bagaimana," ungkap Listiyana.

Selain itu, Listiyana juga mengungkapkan sejumlah bantuan yang telah diterima dari berbagai pihak, termasuk uang makan sebesar Rp 1 juta setelah kejadian, Rp 3 juta untuk perawatan di Solo, Rp 1 juta dari Baznas, dan Rp 2 juta dari PKU. Namun, ia menegaskan bahwa bantuan tersebut tidak mencakup biaya pendidikan anak-anak atau tali asih untuk kecelakaan yang dialami suaminya.

“Bupati tidak ada yang datang ke sini untuk memberikan bantuan,” ujar Listiyana dengan nada kecewa.

Dengan kondisi yang serba terbatas, Listiyana berharap ada perhatian lebih dari pihak terkait, baik dari Muhammadiyah, pemerintah setempat, maupun lembaga sosial lainnya, untuk membantu kelangsungan pendidikan anak-anaknya serta pemulihan suaminya.(ms dhe)

Posting Komentar

0 Komentar